kursor

Guilmon - Digimon

Minggu, 18 Desember 2011

study tour




MAKALAH LAPORAN PENELITIAN
 















Kordinator : Ikra Aditya
Ketua          : A. M. Hartamto
Anggota     : 1. Auliyaa Ruziqa Kamaluddin
2. Rezky Raudah Yunus
3. Reni S
4. Nurul Muhlisa
5. Saptani Ramadani
6. Shavitri Soraya
7. Muh. Ihsar
SMA NEGERI 1 PANCA RIJANG
TAHUN PELAJARAN 2011/2012


KATA PENGANTAR


Syukur Alhamdulillah senan tiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan MAKALAH LAPORAN PENELITIAN ini dengan kerjasama yang baik.
Selama pengumpulan bahan tentang penelitian dan penyusunan MAKALAH ini, kami banyak memperoleh pengetahuan tentang situs sejarah. Namun berkat bantuan dariberbagai pihak serta kerjasama yang baik dari kelompok, semuanya dapat teratasi dengan baik. Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih banyak kepada guru pembimbing, instruktur.
Dalam penyusunan MAKALAH LAPORAN PENELITIAN masih banyak terdapat kekurangan. Olehnya itu, kami sangat mengharapkan kritikan yang bersifat membangun dari para pembaca sehinggadalampenyusunantugasberikutnyamenjadilebihbaik.



Rappang,      November  2011

Penyusun,




























 DAFTAR ISI

Pendahuluan…………………………………………………………………………………………………………………………………….. 1
SumpangBita……………………………………………………………………………………………………………………………………. 2
BentengSombaOpu………………………………………………………………………………………………………………………… 9
Makam Sultan Hasanuddin……………………………………………………………………………………………………………… 22
MesjidKatangka………………………………………………………………………………………………………………………………..29
Kesimpulandan Saran………………………………………………………………………………………………………………………33
Fun Stage…………………………………………………………………………………………………………………………………………..34





































bab 1
pendahuluan
latar belakang
Yang melatar belakangi terciptanya makalah ini tidak lain dan tidak bukan karena adalah untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Namun, setelah dicermati kami makin tertarik akan semua sejarah yang kami kunjungi. Sehingga, membuat kami tak henti-hentinya mencari data-data yang diperlukan untuk menyelesaikan makalah ini serta untuk mengobati rasa penasaran kami akan pencarian tentang budaya serta sejarah yang ada di provinsi Sulawesi Selatan.
Setelah data kami cukup, akhirnya rasa ingin tahu kami sebagai remaja yang mencari ilmu  terobati. Dan kami sajikan dalam bentuk makalah ini sehingga semua pembaca dapat mencermati dan tahu apa yang telah kami temukan dan pelajari, dan mendapat manfaat bagi pembaca maupun kami sendiri.

rumusan masalah
Apa sajakah warisan bersejarah yang ada di Sulawesi Selatan ?
Bagaimana sejarah warisan tersebut ?

metode penelitian
Metode penelitian yang kami gunakan yaitu terjun lansung di tempat bersejarah tersebut dan disana kami kami juga mendapat bimbingan dari instruktur yang mengetahui sejarah yang ada di tempat itu sehingga memudahkan kami dalam pengumpulan data mentah.
Penelitian ini sebetulnya dilakukan dalam waktu yang singkat yaitu sekitar kurang lebih 2 jam di setiap tempat penelitian sehingga kami harus mencari refrensi lain untuk kelengkapan data kami.









SUMPANG BITA
 












Taman Purbakala Gua Sumpang Bitta
Sumpang Bitta merupakan salah satu tempat wisata yang  ada di Sulawesi Selatan. Secara administrative Taman Purbakala Sumpang Bitta berada di Desa Sumpang Bita, Kecamatan Baloccin Kabupaten Pangkep.Berada di kilometer 55 di sebelah utara kotamadya Ujung Pandang (Ibu Kota Propinsi Sulawesi Selatan).Letak Astronomiknya 50020’ LS dan 1190 38’BT.Daerah Pangkep terdiri dari beberapa desa atau kelurahan yang tersebar di semua kecamatan.Salah satu desa yang dilalui untuk menuju Gua Sumpang Bitta adalah desa Kabba.Di pinggir jalanan terdiri atas sawah yang sangat luas dan beberapa rumah dan pohon.
Gua Sumpang Bitta ditemukan oleh Frist dan Paul Sarassin dari Swiss pada tahun 1902.Gua ini merupakan peninggalan dari penduduk Toala yang berarti orang bertempat tinggal di hutan. Di dalam gua itu terdapat beberapa lukisan seperti  telapak tangan orang dewasa dan anak-anak, telapak kaki, rusa, babi, ayam, dan sebuah sampan atau perahu. Semua gambar-gambar ini berwarna merah karena merah melambangkan keberanian.Warna ini terbuat dari hematite atau oker yang di kunyah hingga hancur disemprotkan ke telapak tangan yang telah diletakkan di dinding gua.
pernah ditemukan peninggalan yang merupakan hasil dari ekskavasi oleh suaka peninggalan sejarah dan purbakala Sulawesi Selatan dengan mahasiswa Arkeologi Universitas Hasanuddin Ujungpandang sepeerti Kerewing berhias, kereweng polos, tulang manusia, gigi manusia dan kerang. Sejarah Gua Sumpang Bitta di Pangkep Sulawesi Selatan
Selain Gua Sumpang Bitta juga terdapat Gua Bulu Sumi.Perbedaan dari kedua gua ini adalah Gua Sumpang Bitta merupakan tempat untuk upacara yang kira-kira memuat lebih dari 2000 orang.Sedangkan Gua Bulu Sumi merupakan tempat sia-sia makanan penduduk Toala. Adapun hubungan antara Gua Sumpang Bitta dengan Bulu Sumi merupakan satu rangkaian  yang tak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Disana juga terdapat sumber mata air yang terletak di kaki bukit gamping Sumpang Bita.
Beberapa sarana yang dibangun di daerah ini adalah:
Pagar kawat duri yang dibangun sepanjang 500 m di sebelah utara lokasi yang membatasi antara taman situs dan milik pribadi semen Tonasa.
Jalanan dan jalan setapak ke Gua Sumpang Bitta terdiri atas trap-trap atau anak tangga. Jumlahnya kira-kira 999 tingkat. Para pengunjung menamakannya dengan tangga 1000
Taman yang dihias sedemikian rupa untuk member kesan nyaman dan indah bagi para pengunjung
Rumah informasi yang bentuknya seperti model rumah tradisional Bugis/Makassar
Rumah jaga dan rumah istirahat dibangun supaya pengunjung dapat berhenti beberapa saaat untuk melepaskan lelah sebelum melanjutkan perjalanan ke puncak bukit, tempat Gua Sumpang Bitta dan Gua Bulu Sumi.
Tempat ini ramai dikunjungi para pengunjung pada hari minggu terutama siswa-siswi yang akan melakukan penelitian dan sebagai pelajaran di luar lingkungan sekolah. Tempat wisata ini juga memiliki beberapa petugas untuk menjaga dan melindungi kelestariannya.
JALAN  MENUJU GOA LEANG-LEANG



















TANGGA MENUJU GOA LEANG-LEANG










Sumpang bita berasal dari kata sumpang dan bita. Sumpang artinya pintu dan bita artinya kampung atau nama perkampungan masyarakat yang bernama bita yang berada di belakang gunung desa Leang.
Di dalam gua Sumpang Bita terdapat beberapa gambar, yaitu gambar telapak tangan, babi rusa, babi hutan, perahu dan telapak kaki.Orang yang menggambarkan atau meninggalkan sejarahnya di namakan orang toala. Arti dari toala adalah to berarti manusia dan  ala berarti hutan jadi toala berarti manusia hutan.


Telapak tangan








Gambar  telapak tangan ada dua macam yaitu telapak tangan yang 5 jarinya dan 4 jarinya, yang artinya jika telapak tangannya mempunyai 5 jari berarti itu dinamakan sempurna sedangkan jika 4 jarinya berarti cacat,artinya adalah orang toala itu turut berduka cita atas meninggalnya satu anggota keluarganya dan itu merupakan kepercayaan orang toala.


Telapak tangan yang 4 jarinya





Telapak tangan yang 4 jarinya

Telapak tangan yang 5 jarinya
Tujuan orang toala menggambar telapak tangan adalah sebagai penolak bala roh-roh jahat dari luar. Artinya jika ada roh jahat yang dating makan akan di tolak. Itulah penyebabnya digambarnya telapak tangan ada yang mengarah ke luar, ke bawah, ke samping, itu 4 jurusan, dan itu menandakan tolak bala.


Babi hutan dan babi rusa









Babi  Hutan













Babi rusa
Sama halnya dengan telapak tangan, babi rusa dan babi hutan mempunyai arti.Artinya adalah apabila orang toala ingin berburu maka sebelum berburu, mereka menggambar binatang.Supaya bisa mendapatkan binatang seperti itu.Itulah kercayaan orang toala, yang gambarnya masih bisa kita lihat sampai sekarang.
Perahu









Gambar perahu ini letaknya di dinding goa sumpang bita.Artinya di daerah ini pernah ada/dilanda laut.Makanya orang-orang toala memilih tempat-tempat ketinggian.Karena goa sumpang bita ketinggiannya yaitu 280 m dari permukaan laut. Arti lain dari gambar perahu adalah tujuannya yaitu apabila ada orang toala yang meninggal maka perahu itu dipakai menuju alam baka.
Kemudian banyak yang menanyakan bahwa mengapa gambar-gambar  tersebut tidak pudar ??
Jawabannya adalah dalam  gua sumpang bita terdapat dua pagar, pagar pertama adalah pintu masuk, sedangkan pagar kedua adalah pagar pengaman, artinya pagar tersebut berfungsi sebagai pengaman agar supaya gambar-gambar di gua tidak disentuh oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Apabila gambar tersebut di sentuh maka gambarnya akan rusak dan warnanya akan pudar.
Bahan yang dipakai orang toala dalam menggambar adalah bahan-bahan alami, yaitu daun, cntohnya daun sirih dan ada juga campuran tanah liat yang dinamakan oker (terbuat dari tanah liat).Jadi gambar di dalam gua sumpang bita lamanya adalah 300-500 ribu tahun SM itu sudah ada.
Cara orang toala menggambar  tidak seperti manusia  biasanya. Tetapi cara orang toala menggambar adalah setelah bahan bahannya terkumpul kemudian di kunyah. Setelah diperkirakan sudah bercampur, maka ia menempelkan tangannya di dinding gua kemudian disemprot memakai mulut orang toala. Makanya gambar yang ada di dinding goa tinggi rendahnya tidak sama karena hanya bergantung pada bagian yang terkena semprot.
Ada dua goa,yaitu goa sumpang bita dan goa wolosumi. Isi darigoa wolosomi adalahhanya gambar telapak tangan yang jumlahnya hanya empat buah.Di goa wolosomi sendiri pernah di dapatkan pecahan keramik, kulit kerang dan kulit badik, jadi kesimpulannya adalah goa wolosomi adalah dapur orang toala.Adapun goa sumpang bita adalah tempat orang toala berkumpul, ataupun melakukan upacara-upacara.Maka tempatnya adalah di goa sumpang bita.
Jumlah anak tangga sendiri adalah 999 jika di hitung memakai meteran.Adapun jumalah anak tangga jika di hitung tiap-tiap anak tangga adalah kurang lebih 1500 anak tangga. Waktu atau tahun  dilakukan pemekaran/dikerjakan adalah tahun 1982. Setelah itu dilakukan lagi pemugaran lokasi pada tahun 1983-1986 (selama 3 tahun). Yang meresmikan goa sumpang bita adalah prof. Dr. Hariadi Subadyo,  sedangkan orang pertama yang menemukanya adalah Priss Paul The Zhoizin yang berbansa SWISS.
Semua alat-alat yang digunakan otrang toala terbua dari batu.Alat-alat tersebut disimpan di benteng Roterdam, di museum Lagaligo.
Fungsi dari lobang-lobang di goa Sumpang bita adalah apabila orang toala ingin istirahat,maka lobang lobang tersebut di tempati.lobang lobang tersebut terbentuk secara alami



benteng somba opu
 

























Museum Karaeng Pattingalloang











Berjejer hampir di setiap sudut ruangan, benda-benda peninggalan sejarah tersebut tampak menyesaki setiap etalase yang ada.Pakaian adat khas beberapa daerah di Sulsel pun tak mau kalah menghiasai ruangan teduh itu.

























Dibangun di atas lahan seluas kurang lebih 600 m persegi, Museum Karaeng Pattingalloang berdiri kokoh sebagai bangunan dengan konsep rumah panggung dengan gaya atap menarik. Bentuknya yang khas ditambah warna dinding bangunan yang berwarna putih lengkap dengan taman yang asri di halamannya, membuatnya seringkali dijadikan objek foto ataupun latar bagi berbagai keperluan, foto pra wedding misalnya. Museum Karaeng Patingalloang sangat difavoritkan para fotografer.
Museum dua lantai yang dibangun pada tahun 90-an bersamaan pembangunan sejumlah rumah adat empat etnis – Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja di lokasi bekas Benteng Somba Opu tersebut, terbilang masih sangat miskin dengan koleksi benda-benda bersejarah yang berkaitan dengan Benteng Somba Opu dan sejarah kebesaran Kearajaan Gowa masa lalu.







Museum dua lantai yang dibangun pada tahun 90-an bersamaan pembangunan sejumlah rumah adat empat etnis – Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja di lokasi bekas Benteng Somba Opu tersebut, terbilang masih sangat miskin dengan koleksi benda-benda bersejarah yang berkaitan dengan Benteng Somba Opu dan sejarah kebesaran Kearajaan Gowa masa lalu.
Cermin pantul di tengah lantai I Museum Karaeng Pattingaloang.






Untungnya, di tengah ruang lantai pertama bangunan kayu tersebut, ada cermin berukuran sekitar 1,5 m x 1 m yang memancing perhatian setiap orang yang masuk ke museum ini seperti pada gambar di atas. Cermin dapat digerakkan untuk melihat gambar peta situasi Benteng Somba Opu masa lalu yang dibentangkan terbalik di langit-langit plafon lantai II.
Pajangan tiga pasang manakin yang mengenakan pakaian adat Sulawesi Selatan di lantai I tampak berdebu, sepertinya agak lama tak pernah dibersihkan.
Di lantai II, juga terdapat 18 lemari pajangan yang umumnya berisi koleksi keramik pecah yang kemungkinan ditemukan juga pada saat dilakukan eskavasi terhadap sisa dinding Benteng Somba Opu yang dilakukan para sejarawan dan arkeolog antara tahun 1989 – 1993. Di samping terdapat sejumlah duplikat alat-alat perlengkapan dapur orang tempo dulu yang terbuat dari tanah liat, seperti Uring Akkallong (belanga berleher), uring banawa, panne pangnganreang (piring makan), uring sambungangiang, fragmen tempayan, panne maddaung (piring lebar), pattongko uring (penutup belanga), guci butta, batu asah, dan terdapat sejumlah kulit kima ukuran kecil.





Koleksi-koleksi tersebut umumnya tak punya daya tarik yang kuat lantaran benda serupa masih banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari di wilayah Sulawesi Selatan.Apalagi dipajang dengan penjelasan lebih banyak menggunakan bahasa Inggris yang ditulis dengan huruf yang kecil di ruang yang minim cahaya.

Inilah koleksi Batu Bata di Museum Karaeng pattingaloang
Sungguh Museum Karaeng Pattingaloang ini, bertolak belakang dengan nama dan keberadaannya di lokasi bekas Benteng Somba Opu yang memiliki setumpuk catatan sejarah serta beragam benda peninggalan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan dinamika kehidupan di sekitar benteng dan Kerajaan Makassar (Gowa – Tallo) masa lalu.
Karaeng Pattingaloang anak Raja Tallo I Malingkang Daeng Manyonri bergelar Karaeng Katangka seorang Mangkubumi Kerajaan Gowa (1639 – 1654) merupakan cendikia yang dikagumi ilmuwan mancanegara.
koleksi peluru meriam












Koleksi kulit kerang
Koleksi Paku
Pemilik perpustakaan yang memiliki koleksi perpustakaan lengkap mengenai pembuatan senjata api/mesiu serta teknik membuat benteng pada masanya, diberi gelar oleh VOC sebagai mahasarjana lantaran menguasai dengan fasih banyak bahasa asing, termasuk mahir berbahasa latin. Lantaran kecerdasannya, Raja Inggris pada tahun 1652 memberikan hadiah Galilean Ferspective Glas berupa teleskop besar ciptaan astronom Galileo yang saat itu di Inggris pun masih dihitung jari.
Dalam hidupnya Karaeng Pattingaloang (1600 – 1654) mempersembahkan lebih dari seribu perahu Galley kepada Kerajaan Gowa.Namun di Museum Karaeng Pattingaloang kita tidak menemukan gambaran mengenai perahu-perahu (Galley) berukuran besar dan bertingkat, generasi perahu sebelum dikenal perahu phinisi.
Padahal di lantai I museum ada pajangan guntingan tulisan  Prof.Dr.Zainal Abidin, SH (alm) yang diperbesar mengenai Karaeng Pattinggaloang. Bahkan dalam artikel yang dibuat oleh sejarawan dan antropolog Sulawesi Selatan, 10 Nopember 1993 tersebut, sudah dinyatakan bahwa Karaeng Pattingaloang adalah Pahlawan Sains dan Teknologi.
Pascageger para sejarawan dan arkeolog di Sulawesi Selatan awal tahun 2011 menantang ketika akan dibuat wahana wisata dan rekreasi water boom di lokasi arah timur bekas Benteng Somba Opu, tampaknya tidak diiringi dengan langkah menghidupkan lokasi bekas benteng induk Kerajaan Gowa tersebut. Buktinya, Museum Pattingaloang yang dibangun di dalam lokasi bekas Benteng Somba Opu saja hingga kini dibiarkan merana miskin koleksi, kumal seperti lingkungan seputar puing sisa kaki benteng yang senantiasa bebas ditumbuhi semak.










Sejarah berdirinya benteng Somba opu
Benteng Somba Opu dibangun oleh Sultan Gowa ke-IX yang  bernama Daeng Matanre Karaeng Tumapa‘risi‘ Kallonna pada tahun 1525. Pada  pertengahan abad ke-16, benteng ini menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan  rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang asing dari Asia dan Eropa. Pada tanggal 24 Juni 1669,  benteng ini dikuasai oleh VOC dan kemudian dihancurkan hingga terendam oleh  ombak pasang. Pada tahun 1980-an, benteng ini ditemukan kembali oleh sejumlah  ilmuan. Pada tahun 1990, bangunan benteng yang sudah rusak direkonstruksi  sehingga tampak lebih indah. Kini, Benteng Somba Opu menjadi sebuah obyek  wisata yang sangat menarik, yaitu sebagai sebuah museum bersejarah.

ILMUWAN Inggris, William Wallace, menyatakan, Benteng Somba Opu adalah benteng terkuat yang pernah dibangun orang nusantara. Benteng ini adalah saksi sejarah kegigihan Sultan Hasanuddin serta rakyatnya mempertahankan kedaulatan negerinya.

Pernyataan Wallace bisa jadi benar. Begitu memasuki kawasan Benteng Somba Opu, akan segera terlihat tembok benteng yang kokoh. Menggambarkan sistem pertahanan yang sempurna pada zamannya. Meski terbuat dari batu bata merah, dilihat dari ketebalan dinding, dapatlah terbayangkan betapa benteng ini amat sulit ditembus dan diruntuhkan.
Ada tiga bastion yang masih terlihat sisa-sisanya, yaitu bastion di sebelah barat daya, bastion tengah, dan bastion barat laut.Yang terakhir ini disebut Buluwara Agung.Di bastion inilah pernah ditempatkan sebuah meriam paling dahsyat yang dimiliki orang Indonesia.Namanya Meriam Anak Makassar. Bobotnya mencapai 9.500 kg, dengan panjang 6 meter, dan diameter 4,14 cm.











Sebenarnya, Benteng Somba Opu sekarang ini lebih tepat dikatakan sebagai reruntuhan dengan sisa-sisa beberapa dinding yang masih tegak berdiri.Bentuk benteng ini pun belum diketahui secara persis meski upaya ekskavasi terus dilakukan.Tetapi menurut peta yang tersimpan di Museum Makassar, bentuk benteng ini adalah segi empat.

Di beberapa bagian terdapat patok-patok beton yang memberi tanda bahwa di bawahnya terdapat dinding yang belum tergali.Memang, setelah berhasil mengalahkan pasukan Kerajaan Gowa yang dipimpin Sultan Hasanuddin, Belanda menghancurkan benteng ini.Selama ratusan tahun, sisa-sisa benteng terbenam di dalam tanah akibat naiknya sedimentasi dari laut.

Secara arsitektural, begitu menurut peta dokumen di Museum Makassar, benteng ini berbentuk segi empat dengan luas total 1.500 hektar.Memanjang 2 kilometer dari barat ke timur.Ketinggian dinding benteng yang terlihat saat ini adalah 2 meter. Tetapi dulu, tinggi dinding sebenarnya adalah antara 7-8 meter dengan ketebalan 12 kaki atau 3,6 meter.

Benteng Somba Opu sekarang ini berada di dalam kompleks Miniatur Budaya Sulawesi Selatan. Wisatawan dapat menikmati bentuk-bentuk rumah tradisional Sulawesi Selatan seperti rumah tradisional Makassar, Bugis, Toraja, dan Mandar tak jauh dari benteng. Di dalam kompleks ini pula setiap tahun digelar Pameran Pembangunan Sulawesi Selatan.































Bekas-bekas benteng somba opu

































































makam sultan hasanuddin
 






































Sultan Hasanuddin, yang mendapatkan penghargaan sebagai Pahlawan Nasional karena peran kepahlawanannya dalam berperang melawan tentara kolonial Belanda, makamnya berada di kompleks makam Raja-Raja Gowa.
Kompleks makam Raja-Raja Gowa dimana terdapat Makam Sultan Hasanuddin ini cukup luas, namun hanya beberapa pohon berukuran sedang yang tumbuh di sekitar makam, yang tidak cukup rindang untuk memberi perlindungan bagi para pengunjung terhadap sengat matahari Sulawesi Selatan yang tidak memiliki belas kasihan sedikit pun.
Jalan masuk ke Makam Sultan Hasanuddin. Untuk kenyamanan pengunjung, semoga pemerintah daerah setempat bisa menanam lebih banyak pohon teduh di sepanjang jalan menuju kompleks makam Sultan Hasanuddin, karena area parkir jaraknya cukup jauh dari bangunan utama makam, dan panasnya bukan main di atas bukit ini.
Patung Sultan Hasanuddin, dengan makam Raja-Raja Gowa di belakangnya. Patung Sultan Hasanuddin ini diletakkan di bangunan utama yang berada di tengah kompleks makam.Sultan Hasanuddin, yang juga dikenal sebagai Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape, adalah Raja Gowa XVI.Sultan Hasanuddin dinobatkan menjadi raja ketika masih berusia 22 tahun, menggantikan ayahnya yang bernama Sultan Malikussaid.Ibunda Sultan Hasanuddin, I Sabbe Lokmo Daeng Takontu, berasal dari keluarga kerajaan di Laikang.













Makam Sultan Hasanuddin terletak di komplek pemakaman raja-raja Gowa di Katangka Somba Opu Gowa Sulawesi Selatan. Di tempat yang sama dimakamkan pula Sultan Alauddin (Raja yang mengembangkan agama Islam pertama di Kerajaan Gowa) dan disebelah kiri depan komplek makam, terdapat lokasi tempat pelantikan raja Gowa yang bernama Batu Pallantikan.
Menurut tulisan yang terukir di makamnya, beliau lahir tahun 1629, menjadi raja tahun 1652, meletakkan jabatan tahun 1668 dan wafat tanggal 12 Juni 1670. Dimakamnya jg tertera nama Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe Mohammad Bakir yang merupakan nama kecil Sultan Hasanuddin.
Raja Gowa ke 16 ini setelah masuk Islam memiliki gelar lengkap Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana. Sebagai seorang jagoan dari daerah timur, putra kedua dari Sultan Malikussaid, raja ke 15 kerajaan Gowa ini dijuluki Belanda sebagai Haantjes van Het Oosten atau Ayam Jago dari Benua Timur. Saat itu kompeni di bawah pimpinan Laks.Cornelis Speelman berusaha menguasai perdagangan rempah dan menduduki kerajaan2 kecil di wilayah timur.di saat yang bersamaan, Sultan Hasanuddin berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan2 tsb untuk melawan kompeni. walhasil pertempuran pun berlangsung. saat Gowa mulai terdesak, terjadilah perdamaian Bungaya tanggal 18 November 1667. merasa dirugikan, Sultan Hasanuddin kembali mengadakan perlawanan. kali ini kompeni meminta bantuan tentara Batavia serta berhasil menembus benteng sombaopu tanggal 12 Juni 1669.





RAJA GOWA XVIII. Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenangari Jakattara.
Lahir 29 November 1654, berkuasa mulai 1674 sampai 1677, dan wafat 15 Agustus 1681.























RAJA GOWA XVI. I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana.
Lahir tanggal 12 Juni 1631, berkuasa mulai tahun 1653 sampai 1669, dan wafat pada 12 Juni 1670













RAJA GOWA XV. I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Malikussaid Tuminanga ri Papang Batuna.
Lahir 11 Desember 1605, berkuasa mulai tahun 1639 hingga wafatnya 6 November 1653














RAJA GOWA XIV. I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tuminanga ri Gaukanna Berkuasa mulai tahun 1593 - wafat tanggal 15 Juni 1639. Merupakan penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam














RAJA GOWA VI. Tunatangka Lopi (+ 1400)









RAJA GOWA XIX. I Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709)








Tidak di temukan
RAJA GOWA XVII. I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu' Lahir 31 Maret 1656, berkuasa mulai tahun 1669 hingga 1674, dan wafat 7 Mei 1681







RAJA GOWA XI. I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunib
Tidak di temukan