Hari ini akhirnya tiba juga. Hari yang sangat tak kuharapkan
datangnya. Ya, sekarang adalah hari pertama sekolah setelah libur selama 2
minggu. Well, kalau kalian memikirkan
kata-kataku barusan, kalian pasti menganggap aku layakna pelajar kebanyakan
yang membenci sekolah. Tapi tidak, aku adalah orang yang cukup menghargai
pendidikan, otakku ya, bukannya sombong sih tapi bisa dibilang diatas rata-rata.
So, buat apa aku harus berkeluh kesah
karena hari pertama sekolah ? semuanya tak lain karena dia …
Sampai lupa, namaku Denny, umur 17 tahun. Aku bersekolah di
sekolah paling popular di kotaku, istilahnya sih sekolah elit gitu. Mungkin
agak terdengar narsis atau apalah, tapi aku memiliki penampilan yang rupawan
atau bahkan kata orang tampan (kata temen-temen sih, aku menempati top 5 cowok terganteng disekolah. Tapi
aku gak peduli.). apa lagi ditambah dengan warna mataku yang hitam kebiruan.
Ditambah lagi dengan yang aku bilang tadi, otakku diatas rata-rata.
Pagi ini aku bangun sekitar pukul 04.30. aku menyempatkan
diri untuk melakukan olahraga setiap paginya. Bangun pagi memang sudah menjadi
hal yang biasa untukku. Dan stelah semua rutinitas pagiku, aku telah siap untuk
berangkat ke sekolah. Kupacu motorku melalui kompleks perumahan elit tempat
tinggalku. 06.15 akhirnya aku tiba di sekolah, mungkin terbilang cukup awal
mengingat bel masuk pukul 07.30 tapi meski begitu bukan tidak banyak
siswa-siswi yang sudah berada disini mendahuluiku.
Aku berjalan sambil membaca komik di koridor menuju kelasku.
Saat melewati ruang kelas yang berada tepat dikelasku aku melihatnya sedang
menggambar dalam kelas itu. Aku berpura –pura tak melihatnya seakan yang
menjadi fokosku saat ini adalah komik ditanganku. Namun, tak dipungkiri jika
sebenarnya pandanganku terus tertuju padanya. Aku melihatnya menatapku dengan
pandangan yang tak bisa ku artikan, tapi tetap aku bersikap seakan tak
melihatnya. Saat memasuki kelasku, aku lansung menaruh tas dibangkuku. Keremas
rambutku, aku merasa sangat aneh sekarang, kenapa ia menatapku seperti itu,
rasanya emosiku kembali menjalar di kepalaku. Inilah alasanya aku benci hari
sekolah, karena aku tak ingin melihatnya. Lihat saja, baru melihatnya beberapa
detik sudah membuatku seperti ini. aku pernah mencoba untuk pindah sekolah ke
belanda, tapi ternyata bukan perkara yang mudah.
Namanya Yuna. Dia cantik, fasionable, stylenya menawan, kaya, dan lagi dia adalah cewek
terpintar di angkatanku. Dulu ia adalah sahabatku. Ya, dulu. Meski terhitung
singkat tapi kami pernah menjadi sahabat nya sangat baik. pertemuanku dengannya
adalah saat kami masuk SMA dan ditempatkan di kelas yang sama. Saat itu aku
datang pagi seperti sekarang, sudah kubilang, bangun pagi sudah menjadi
kebiasaanku. Tapi tak kusangka ia lebih pagi dariku. Saat itu adalah hari kedua
sekolah, karena hanya berdua dikelas, aku agak merasa canggung juga. Jadi
kuputuskan untuk bersikap ramah dan menyapanya, ternyata ia sedang menggambar manga, hal yang menjadi hobbyku juga. Tapi kalau dibandingkan
dengannya aku masih kalah. Dan karena hobby
kami yang sama, entah bagaimana kami telah menjadi sahabat baik.
Kian lama kami bersama, dia sadar atau tidak persaan ini
tumbuh begitu saja. Ya, aku menyukainya. Tidak. Aku mencintainya, tapi aku
terlalu takut mengungkapkan perasaanku. Kika disinetron mereka takut
mengungkapkan perasaan karena tak ingin hubungan mereka rusak, aku justru
berbeda, aku siap merusak persahabatanku demi harapan ia akan menjadi kekasihku.
Tapi aku tak berani mengungkapkanya karena memang aku nggak berani. Tak ada
alasan lain, aku tidak berani.
Hari demi hari kami lalui dengan gembira, sampai kejadian
itu. Kejadian semester 2. Kejadian yang membuat kami selama satu semester ini
tak pernah bicara bahkan untuk bertegur sapa sekalipun.
FLASHBACK
Hari ini kuputuskan untuk menyatakan kperasaanku. Tapi aku
tak bisa melakukanya dengan cara yang biasa. Aku tak akan berani mengakui itu
dihadapanya. Jadi kuputuskan memberinya sebuah komik yang didalamnya sudah
kuselipkan surat tentang perasaanku.
Malamnya aku terus berharap dia menelponku dan mengatakan
“ya”. Karena pada surat itu aku mengatakan dia harus menelponku baik jika dia
teriama ataupun menolakku.
DRRRTT…DRRTT YUNA calling
Ponselku berbunyi, cepat cepat kuangkat.
“ha… halo yun.” Ucapku gugup, wajarkan selama ini aku belum pernah
nembak cewek.
“halo, den. Ini, masalah komik itu “ ucapnya pelan. Aku
mulai takut akan keputusanya.
“iya, kamu udah baca ? jadi gimana” ucapku ragu.
“masalah itu, tapi janji kamu gak akan marah ya ?” ucapnya
lagi. Aku semakin gugup
“iya, gak papa, aku udah siap kok.” Ucapku pasrah
“, soal itu aku minta maaf. Eh, tapi kita tetep bisa jadi
temen kan ?” harapnku hancur.
“gak papa kok, bukan salah kamu.”
“bukan salah aku gimana, komik itukan mahal, tapi aku malah
ceroboh masukin ke mesin cuci, jadi hancurkan komiknya. Bahkan satu tulisanpun
taka da yang terbaca” ucapnya terdengar sedih. Aku lansung memutuskan sambungan
HPku.
Jujur, aku kecewa. Bukan masalah komiknya. Tapi karena aku
sudah tak tau bagaiman caraku mengungkapkan persaanku padanya. Ia mengSMSku
beberapa kali dan mengatakan maaf, tapi tak kutau harus beraaksi seperti apa.
Terlebih setelah jantungu hamper copot karenanya.
Kuputuskan untuk menghindar darinya untuk semenara. Tapi tak
kusangka inilah yang membuat kami kian lama kian jauh. Aku tak pernah bisa
bicara dengannya meski aku ingin. Egoku terlalu tinggi untuk mengajaknya
bicara. Hingga kami naik kelas II. Kami sama sama mengambil jurusan bahasa.
Tapi ternyata kami semakin jauh saja, dilihat dari kelas kami yang terpisah.
Satu semester kulalui tanpanya, memang tak terlalu berbeda, tapi tetap saja ada
yang terasa kosong. Karena itulah aku membenci hari sekolah, karena aku ingat
bertapa bodohnya aku, bertapa egoku telah menghancurkanku.
FLASHBACK END
Arggh…
Tiap kali ku ingat kejadian itu aku merasa menjadi orang
paling bodoh sedunia. Terang saja, hanya karena kekesalan sesaat, aku menjadi
jauh dari orang yang kucintai. Anehnya aku tak pernah bisa melupakan perasaanku
ataupun berpaling pada orang lain.
TING TING TING…
Bel istirahat berbunyi, ku putuskan untuk berjalan menuju ke
taman belakang sekolah. Taman ini sebenarnya sangat indah dan tertata rapi.
Namun entah mengapa sangat jarang ada yang berminat menghabiskan waktunya
disini, terlihat dari sedikitnya jumlah siswa yang beristirahat disini.
Kududukan diriku diatas rumput sambil bersandar dipohon
besar dibelakangku. Mulai kubuka komikku. Entah mengapa tiap aku berada disini
aku selalu tenang. Rasanya semua bebanku hilang.
“HEY Den, Masih suka aja disini” kata seseorang yang
kukenali bernama Joy membuyarkan lamunanku. Ia adalah salah satu teman baikku.
“ngapain sih loe ?” lanjutnya.
“Ngak ngapa-ngapain, loe sendiri ngapain disini” tanyaku,
karena tak biasanya anak ini mendatangiku disaat aku berada ditempat ini.
“ah… itu, ini.” ia lalu mengeluarkan sebuah buku tugas
matematika. “ bantuin gue kerjain ini dong” ucapnya memelas.
“idih, kamu itu emang yah, tapi kok tumben nanya sama aku,
biasanyakan sama yuna“ suaraku terdengar biasa tapi tak bisa kupungkiri kalau
menyebut namanya membuatku kembali
mengingatnya.
Tiba-tiba raut wajahnya jadi aneh, aku agak cemas sekarang.
“ tadinya sih gitu, tapi tadi pas minta bantuannya , dia lansung lari keluar.
Katanya sih dia mau bantu aku, tapi setelah nemuin kamu. Katanya dia mau ngasih
kamu sesuatu.” Ia berhenti sejenak sambil memasang raut wajah yang tampak
seperti orang berpikir. Tapi, yuna ingin menemuiku, memberi sesuatu ? apa masudnya
itu?. “ kamu liat darah ini gak, ?” kaatanya menunjuk lengan kanan seragamnya.
Baru kusadari ternyata ada noda darah di sana. Perasaanku makin tak menentu
sekarang. ”aku lalu ngejar dia, pas sampai ditangga, aku liat dia lari
buru-buru banget padahal lantai tangganya kan licin karena baru di pel. Lalu di
tergelincir dan jatuh.”
Deg …
“terus” ucapku tak bisa menyembunyikan raut khawatir di
wajahku.
“keningnya berdarah, tak terlalu parah sih, tapi dia
pingsan. Lalu kubawa ke UKS” Katanya lagi. “ oh iya, dulu kamu sempet pacaran
sama dia kan ?”
“tidak” ucapku spontan. “ kami hanya berteman”.
“benarkah, kukira dulu kalian pacaran. Ya sudah, cepat bantu
aku kerjakan soal ini”
Akhirnya aku bantu joy menerjakan soal matematikanya.
Terbilang cukup mudah untukku.
“kamu tidak mau menemui dia ? kayaknya tadi dia mau mengatakan
sesuatu yang penting. paling tidak jenguklah dia, bagaimanapun juga secara
tidak lansung kamu adalah penyebab kecelakaanya.” Kata-katanya sekarang mulai
terdengar seperti orang yang sok bijaksana, meski kuakui itu semua benar.
Baik, aku akan menemuinya kali ini. tak akan kubiarkan egoku
ini merusak hidupku untuk kedua kalinya. Aku berlari cepat menuju UKS, tak
peduli berapa orang yang mendengus kesal karena kutabrak.
Aku tiba di UKS, kulihat tubuhnya terbarng di ranjang itu.
Aku berjalan mendekatinya lalu kududukkan diriku pada kurasi disampingnya. Bel
masuk sudah berbunyi, tapi aku enggan meninggalkan tempat ini. aku tak tau
apakah aku bisa mengamatinya sedekat ini lagi ? terlebih lagi, aku tak akan mau
meninggalkanya sendiri diruangan ini.
Perlahan kuliahat dia membuka matanya, ia sedikit
menyipitkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk. “Deny” gumamnya.
“eh, sudah sadar rupannya, tadi joy bialang kau mau
mengatakan sesuatu jadi aku kesini.” Ucapku terdengar senormal mungkin.
“ini” ia mengulurkan sebuah komik yang mirip dengan yang
kuberikan waktu itu. ”Den, maaf. aku tau kau marah karena aku merusak komikmu,
jadi aku berusaha mencari komik yang sama tapi, aku tak pernah menemukan komik
yang seperti itu. Baru minggu lalu ada teman facebookku yang mengatakan kalau dia punya komik ini, jadi aku
harus menunggu buat dapa komik ini. kamu ngak marah lagi kan, jujur aku tak
suka saat kamu benci sama aku, kita bisa jadi teman lagi kan ?” Astaga, anak
ini. dia benar-benar polos, tanpa sadar mataku agak berkaca kaca mndengarnya.
Mungkin ini saatnya, sudah terlajur juga kan. Kambil komik
itu dari tangannya. “maaf, sebenarnya aku tak pernah marah, jujur sebenarnya
komik itu tak berarti apa-apa. Dulu dikomik itu kuselipkan sebuah surat yang
isinya kalau “ aku menarik nafas dalam-dalam “ kalau aku suka sama kamu” aku
menutup mataku menunggu reaksinya.
Aku merasakan dia menggengam tangan kananku, perlahan kubuka
mataku dan melihat senyumnya. Senyuman yang amat kurindukan. Senyuman malaikat
itu. Apa ini artinya ?
“jadi kamu ?“tanyaku ragu. Ia hanya mengangguk. Aku lansung
melompat kegirangan layaknya anak kecil yang baru mendapat hadiah. Ya, hadiah
yang sangat berharga. Aku tak tau harus bereaksi seperti apa? “sejak kapan ?”
tanyaku lagi.
“emm, sejak kita study tour dulu. Tapi awalnya kukira itu
Cuma perasaan sesaat” ia mulai memasang ekspresi berpikir sambil memanyunkan
bibirnya, terlihat sangat lucu. “ tapi, saat kamu mualai nyuekin aku, rasanya
sangat aneh. Sejak itu aku yakin kalau …” dia tidak melanjutkan kata-katanya,
ia hanya menunduk malu. Tapi itu sudah cukup untukku.
Sejak itu kami kembali melalui hari-hari bersama, meski
berbeda kelas tapi itu tak masalah. Kami terus saja menghabiskan waktu bersama.
Tak kusangka semua ini terjadi padaku. Sekarang kami lalui hari demi hari
sebagai seorang kekasih. malaikatku, malaikat polos yang baikhatiku. Sosok yang
sempurnya untukku, Yuna ku.
Sekarang,5 tahun setelah peristiwa bersejarah dalam hidupku
itu. Jika dulu kami lalui hari sebagai
sahabat, lalu sepasang kekasih. Hari ini semuanya berubah kembali, hari
pernikahan ku dengannya. Selama lima tahun kami lalui bukan tanpa cobaan, tapi
aku tak ingin larut dalam egoku pada tiap permasalahan. Disinilah aku sekarang.
Menikah dengan kekasih pertama, sahabat, dan cintaku.
Hidup ini penuh
misteri, tidak ada yang tahu apa yang akan dilakukan takdir utuk kita. Jalan
yang kita pilih menentukan bagaimana kita nanti. Keegoisan akan menjadi
penghambat terbesar dari kebahagiaan. Saat kau mendekati keegoisan itu maka,
kebahagiaan itu akan pergi. Tetaplah menjaga kepercayaan, karena jiwa dari
cinta dan kebahagiaan adalah kepercayaan.
"jangan merasa memahami cinta, karena semakin anda mencoba untuk tau maka semakin anda tak tau apapun tentangnya"
END